Friday, November 23, 2018

HAKIKAT IBADAH HAJI DAN UMRAH



Hakikat Ibadah Haji Dan Umrah
Hakikat ibadah Haji dan Umrah

Hakikat Ibadah Haji Dan Umrah



Oleh : (Al’Habib Faridhal Attros Al’Kindhy) 
(Pimpinan Pusat Perguruan Mahesa Kurung - Al’Mukarommah - Bogor)


" Dan dirikan ibadah haji dan umrah karena Allah ".
(Q.S : 2 : 196)

Manusia berada di antara dua dunia kesunyian, yang dalam hal tertentu berarti ganda dan tidak diketahuinya. Yang pertama adalah masa sebelum lahir, dan yang kedua masa setelah kematian.

Kehidupan manusia berada di antara keduanya yang hanya sekejab seperti tangisan sesaat yang secara tiba-tiba memecahkan kesunyian abadi sekadar untuk bersatu dengan-NYA. Seperti halnya salah satu ibadah Islam, yakni ; melakukan Haji ke Baitullah yang menjadi perjalanan akhir daripada rukun Islam yang kelima.

Ibadah haji hukumnya wajib bagi ummat Islam dan mampu membawa manusia meraih ketenteraman dan kedamaian yang tersembunyi di pusat wujudnya. Dan pencapaiannya dapat dilakukan setiap muslim, pada setiap kesempatan.

Pengertian Al’Hajj atau Al’Hijj itu sendiri adalah ; bertujuan ; tujuan untuk menuju (mengunjungi) Baitullah atas panggilan Tuhan untuk menunaikan Manasik Haji. 

Ibadah Haji itu sendiri bertujuan pula untuk membawa manusia dari dunia bentuk ke dunia ruh ; namun karena dia tinggal di dunia bentuk (material) dan pada awal perjalanan spiritual tidak-lah terlepas darinya, maka dengan menggunakan dunia bentuk sedemikian rupa, maka ibadah haji mengarahkan perhatian manusia ke dunia spiritual.

Bentuk adalah selubung dunia spiritual, namun bersamaan dengan itu sekaligus juga merupakan simbol dan tangga untuk dapat mencapai persatuan antara seorang hamba kepada Tuhan-NYA.


Ibadah Haji ialah keyakinan ilahiah yang berasal dari karunia Tuhan dan terletak di dalam inti ajaran Islam. Ia merupakan sebuah kunci yang diberikan kepada manusia agar dapat menguak rahasia kehidupannya sendiri dan memperoleh harta masa lampau warisan Adam As, warisan Ibrahim As, dan warisan Muhammad Rasulullah SAW yang terlupakan dan terabaikan karena tersembunyi di dalam dirinya.

Perintah melakukan ibadah haji bukanlah suatu kebetulan ataupun historis semata, melainkan perintah langsung dari Tuhan semesta alam untuk dijadikan sebagai sarana pendakian jiwa manusia menuju dunia transenden, meski hanya bagi mereka yang telah melewati rintangan kezuhudan dan disiplin spiritual yang tingkatan pertamanya adalah kepatuhan dan harapan kepada Tuhan.

Ketahuilah ..! bahwa Tuhan Yang Maha Agung memiliki rahasia dalam hati manusia yang tersembunyi sebagaimana api dalam besi. Seperti rahasia api yang mewujud dan tampak ketika besi dipukul dengan batu, maka seseorang yang menjalankan ibadah haji karena Allah semata akan mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan hidup serta keharmonisan yang menyebabkan esensi manusia bergerak serta mewujudkan sesuatu dalam diri tanpa disadarinya. Alasan untuk ini adalah ;

adanya hubungan antara ibadah haji dengan esensi hati manusia dengan dunia transenden, yang disebut alam ruh. Dunia transenden adalah dunia kecantikan dan keindahan, sedangkan sumber kecantikan dan keindahan adalah ;

keselarasan (tanasub). Semua yang selaras mewujudkan keindahan di dunia, karena seluruh kecantikan, keindahan, dan keselarasan yang dapat diamati adalah pantulan kecantikan dan keindahan dunia itu sendiri.

Dengan alasan yang sama, mereka yang menikmati ibadah haji tanpa melewati tingkatan pertama dalam perjalanan spiritualnya, tak akan pernah sampai kepermukaan dunia transenden yang luas tiada batas, dan apabila jiwa mereka mencoba melakukan penerbangan ke dunia tersebut meski hanya untuk sesaat dengan bantuan panggilan suci itu (panggilan ibadah haji), maka dia dengan segera akan jatuh kembali begitu panggilan suci itu berakhir (selesai) dan mereka tidak akan mampu mempertahankan keadaan spiritualnya.

Ibadah haji hukumnya fardhu (wajib) dan mulai difardhukan pada tahun ke enam hijriyah. Dalam tahap pertama beribadah haji, manusia dipersatukan dengan getaran kehidupan alam, yang di dalam diri seseorang selalu ada dalam bentuk getaran hati. Kehidupan manusia bersatu dengan kehidupan alam, mikrokosmos bersatu dengan makrokosmos, sehingga jiwa manusia mengalami perluasan dan mencapai kebahagiaan dan ektrase yang melingkupi dunia.

Sementara bagi manusia yang gagal untuk merasakannya dalam tahapan pertama ini hanyalah disebabkan kelalaian kepada Tuhan (Ghaflah). 

Dalam tahap kedua, manusia akan berada di atas seluruh kenikmatan dan perbedaan waktu, manusia diputuskan secara tiba-tiba dari dunia waktu ; dia akan merasakan dirinya berhadap - hadapan dengan wajah Yang Maha Kekal dan untuk sesaat merasakan nikmatnya peleburan (fana) dan kekekalan (baqa). 

Pada tahapan terakhir, " manusia tertuntun untuk menempatkan diri sepenuhnya dalam genggaman Tuhan dan menjadi sumber gita-gita yang menebarkan kasih sayang dan kebajikan yang luhur serta menuntun orang lain ke tempat primordial dan kediaman akhirnya ". 

Pada dasarnya manusia tengah mencari kehidupan spiritual serta ketenangan dan kedamaian yang tersembunyi dalam substansi ibadah haji yang bersifat spiritual. mereka tengah mencari rahasia perjanjian primordial antara manusia dan Tuhan.

Hendaknya tujuan - tujuan suci macam inilah yang melatar belakangi ibadah haji seseorang. Ikhlash karena Allah semata dan diterima atau tidaknya ibadah tersebut, juga bersumber dari manusianya itu sendiri. Ikhlash kah …! Atau hanya ingin mendapatkan pujian dari manusia …?. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda dan membayangkan suatu musibah yang bisa saja terjadi dimana-mana sebagaimana diungkapkannya dalam suatu haditsnya :

"Suatu jaman akan datang atas manusia ketika orang - orang kaya dari ummatku naik haji hanya untuk piknik saja, orang - orang yang kelas menengah pergi haji hanya untuk berdagang, golongan pelajarnya cuma sekadar Riya dan bersombong-sombong, sedangkan mereka yang tidak mampu memaksakan diri guna meminta-minta".

Begitu prihatin Nabi Muhammad SAW terhadap niat hati manusia. Terutama lantaran beliau menghendaki agar kita jangan merusak makna dari hakikat suatu ibadah. Jangan Agama dijadikan sumber buat bersombong diri dalam mencari nama dan mengangkat kedudukan di mata masyarakat. 

Manusia harus ingat bahwa ibadah yang didasari Riya demi manusia atau demi nama, maka disamping sia - sia belaka juga akan dituntut dihadapan persidangan Allah SWT pada hari kiamat kelak. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

"Seperti orang yang mengorbankan hartanya lantaran menginginkan pujian manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah serta hari pembalasan, maka perumpamaannya bagaikan sepotong batu licin yang diatasnya menempel debu. Apabila datang hujan deras, maka lenyaplah debu itu dan kembalilah batu tersebut licin seperti semula ". (Q.S : 2 : 264)

Maka manusia yang berbuat seperti itu, berarti ia telah mencabut Agama Islam sebagai salah satu penopangnya yang paling penting di dunia ini, dan memutuskan masyarakat Islam dari salah satu kesaksian paling nyata mengenai dimensi spiritual ajarannya.

Hal ini harus kita cegah, harus kita hindarkan, jangan sampai apa yang dibayangkan Rasulullah SAW itu justru menimpa kita, bangsa yang tengah dilanda krisis kemiskinan (ekonomi), krisis moral dan krisis kepemimpinan.

Penghamburan dana untuk sesuatu yang sia - sia harus dihentikan dan kita salurkan demi Syi’ar-nya Agama Allah, tegakkan keadilan dan terhindarnya sesama ummat Islam dari kekufuran akibat kemelaratan.

Maka anjuran berbuat baik atau amal ma’ruf harus kita galakkan. Tetapi sebaliknya, melarang orang dari kesesatan atau nahi munkarpun harus kita  korbankan. Dan marilah kita mulai dari diri kita masing-masing.

Manusia mempunyai lebih banyak waktu senggang di siang hari daripada waktu untuk menunaikan perintah Syari’ah. Perintah - perintah tersebut meliputi shalat, puasa, haji dan sebagainya ; sedangkan aktivitas lainnya seperti mencari mata pencaharian atau mengurus keluarga juga merupakan kewajiban religius selama dikerjakan sesuai dengan Syari’ah.

Namun, sudah menjadi sifat manusia, bahwa manusia cenderung melupakan Tuhan dalam melakukan berbagai aktivitas mulai dari transaksi ekonomi sampai mengisi waktu senggang.

Ajaran suci dalam Islam adalah sarana yang memungkinkan Ruh Islam menembus segala macam dan bentuk aktivitas, merasuk ke seluruh kehidupan manusia untuk ; mengingatkannya akan Kehadiran Tuhan kemanapun dia melangkah pergi. Bagi orang yang senantiasa ingat kepada Allah, maka ajaran suci Islam selalu akan menjadi pendorong yang sangat bernilai bagi kehidupan spiritualnya dan sarana untuk merenungkan realitas Tuhan (Al-Haqa’iq).

Oleh karena itu menghancurkan ajaran suci Islam Berarti mengosongkan jiwa pikiran muslim dari kekayaan kandungan Islam. Kekosongan tersebut kemudian dengan cepat dipenuhi oleh kekacauan, kegaduhan, dan kebiasaan terburuk dari dunia modern sebagaimana yang dialami oleh kebanyakan muslim sekarang.
Sebagai akibat hilangnya satu bagian dari jiwa mereka, mereka bukan mengalami kegagalan dan kerugian, namun mereka akan kehilangan keyakinan diri sama sekali.

Begitu pula halnya mengenai ibadah haji yang dilakukan kaum muslim telah memberikan bentuk-bentuk visual yang aspek-aspek keseluruhannya memantulkan etos Islam yang terdalam, karena peradaban dan kebudayaan Islam tradisional seluruhnya benar-benar dijiwai oleh nilai-nilai spiritual Islam yang mengelilingi kaum muslim serta membantunya untuk hidup secara Islami.

Jiwa dan pikiran muslim tradisional dijiwai dan selalu dijiwai oleh kekayaan khazanah Islam tradisional yang terus tersedia, dan diawali oleh sikap-sikap yang bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an.

Namun, kecepatan proses ini tanpa perlawanan yang berarti sampai sekarang, karena semua itu adalah akibat pengabaian terhadap signifikansi spiritual ajaran dan budaya Islam oleh mereka yang berusaha memoderenkan dunia Islam menurut model barat (model asing) maupun yang ingin memperbaharui dengan kembali ke Islam yang murni menurut dugaannya.

Namun, konsepsi Islam yang murni ini pasti menciptakan kevakuman dalam jiwa kaum muslim dan sangat menghancurkan kekuatan yang dapat menentang pengaruh budaya asing yang melemahkan.

"Suatu amal perbuatan dapat dikatakan suci, baik dan benar apabila tidak ada pamrih didalamnya, pada manusia".

Datangnya wahyu secara tiba-tiba seperti kilat. Namun ia juga dapat disamakan dengan jatuhnya batu disebuah kolam air yang menimbulkan riak-riak untuk bergerak keluar seperti lingkaran konsentris dari pusat. Al-Qur’an dengan struktur puitisnya yang berdasarkan irama yang tegas dan pola nada yang sangat halus mengundang reaksi dalam jiwa masyarakat Islam. Firman Tuhan dalam Al-Qur’an menyebutkan, :

"Dan dirikan ibadah haji dan umrah karena Allah " (Q .S : 2 :196)

Al-Qur’an mengembalikan kesadaran manusia, bahwa alam semesta adalah Qalam Ilahi dan pelengkap ayat-ayat suci tertulis yang diwahyukan dalam bahasa Arab. Kesadaran ini diperkuat dengan tata cara beribadah haji yang secara naluriah mengembalikan manusia pada keadaan primordialnya, dengan menjadikan seluruh alam sebagai tempat ibadah.
Terlebih lagi, Rasulullah SAW menegaskan, bahwa farsy itu tak ubahnya merupakan pencerminan arsyi. Beliau melakukan ibadah haji di Mekah, kota yang terletak pada alam yang tetap suci dan bersih.

Dengan cara inilah Tuhan melalui utusan-NYA yang terakhir, membangun kembali alam dan tanah sebagai tempat yang suci dan mensucikan, tempat manusia paling sempurna berdiri secara langsung dihadapan Tuhan, dan menunaikan ibadah haji yang merupakan salah satu dari inti ajaran Islam dan perintah kelima dari rukun Islam.

Menjalankan ibadah haji di bumi Mekah ini, diantara berbagai fungsinya, adalah untuk mengembalikan manusia dan alam ke kesucian primordial (Al-fitrah) saat yang Maha Esa menghadirkan diri-NYA secara lansung di dalam hati manusia dan mengumandangkan sebuah simfoni abadi dalam keselarasan yang ada pada alam yang suci.

Akar dari ajaran Islam ini ditemukan pada penyucian kembali alam dalam hubungannya dengan manusia sebagai wujud primordial yang tetap menyadari hubungan batinnya dengan Yang Maha Esa maupun ciptaan-NYA, yang merupakan pasangan mikrokosmik dari realitas kosmik.

Sedangkan hubungan ajaran kosmos Islam dengan kaidah-kaidah dan prinsip - prinsip kosmologisnya digambarkan dengan sangat mengagumkan di dalam Al-Qur’an, yang kemudian digali secara terperinci selama beberapa generasi di sepanjang sejarah Islam.

Ibadah haji yang dilakukan manusia, mengingatkan manusia akan kepapaannya dihadapan Tuhan Yang Maha Esa, seperti halnya kehausan spiritual Nabi Muhammad SAW. Serta aspek dalam jiwanya yang penuh ketundukan, kedamaian, ketenangan dan kerinduan alam kubur. Hal ini pula-lah yang menegaskan peran Al-Qur’an sebagai petunjuk (Al-Huda), jalan menuju Tuhan. Bagaikan sepercik cahaya menyinari kegelapan eksistensi manusia di dunia ini. 

Rasulullah SAW bersabda : " Barangsiapa pergi haji ke baitullah dengan tidak berbuat maksiat atau berbuat fasiq, maka terlepaslah ia dari dosa-dosanya sebagaimana pertama kali waktu dilahirkan dari rahim ibunya ". (H.R. Bukhary - Muslim).

Mengenai mereka yang tidak mengetahui prinsip-prinsip ini dan kurang percaya kepada pandangan dunia islam yang telah membentuk ajaran suci dalam menjalankan ibadah haji, sehingga bagi mereka yang tidak mampu mengikuti bentuk dan metode tradisional, merupakan tugas untuk setidak - tidaknya menyadari kekurangan mereka sendiri dan tidak menyembunyikan ketidaktahuan mereka dengan sebuah kebanggaan untuk menghancurkan segala sesuatu yang tidak diketahuinya.

Kejujuran, yang kini dibicarakan setiap orang, menuntut supaya seseorang tidak bersifat merusak ibadah hajinya sendiri dikarenakan kebutaannya terhadap realitas tradisi ajaran islam atau pun karena tindak kreasi jiwa muslim yang telah kehilangan jati dirinya karena mereka memandang nilai suatu ibadah itu hanyalah sebagai rasa keinginan tahu belaka dan bersifat ikut - ikutan semata (taqlid).

Mengenai dua kasus penilaian tentang ibadah haji tersebut, sebenarnya banyak dialami kebanyakan orang. Maka untuk menghindari hal-hal seperti tersebut di atas, kita harus menemukan prinsip suci yang mendasar, yaitu ; berusaha untuk mengerti dan mengapresiasikan sepenuhnya hal yang suci, termasuk dari segi niat hatinya. Manusia harus percaya kepada yang suci dan terlibat didalamnya.

Kalau tidak, maka yang suci akan menyembunyikan dirinya dibelakang selubung yang tidak dapat dilalui, yang pada hakikatnya adalah selubung jiwa rendah manusia yang menyelubungi inti wujud manusia yang abadi, kemudian memutuskannya dari penglihatan yang suci.

Masyarakat Islam mampu menciptakan tatanan ibadah yang bersifat spiritual sekaligus sensual untuk menyingkap keindahan dunia ini beserta sifat fananya, dan menjelma dalam bentuk alam transendental yang indah melalui teofani Tuhan.

Ini merupakan warisan yang meskipun terancam punah, tapi tetap dianggap realitas yang masih hidup bagi sebagian besar masyarakat Islam dan menjadi nilai universal bagi seluruh dunia pada saat kebodohan mengancam untuk mencekik spirit itu sendiri.

Masyarakat yang seperti ini tidak akan menghilangkan makna spiritual dalam seluruh aspek tradisi Islam yang pada umumnya disebabkan oleh kekeliruan interpretasi mengenai lingkungan tertentu yang akan membatasi Islam hanya pada aspek luarnya dan mengabaikan jurang yang memisahkan keindahan dari kemudharatan.

Seorang muslim dengan rendah hati menyadari ke-Agungan tradisi yang dapat memberi arah dan orientasi kepadanya. Dalam penyerahan diri dan bakatnya pada tradisi ini, dia akan menerima banyak daripada yang dia berikan. 

Sebutir debu serta kesekejapan hidup diubah melalui tradisi menjadi sebuah bintang dicakrawala, yang diberkahi dengan kemapanan dan merefleksikan keabadian Tuhan. 

Kekuatan kreatif seorang muslim seperti itu jauh dari adanya pencekikkan, ia akan terbebas dari belenggu dan keterbatasan subyektif dirinya sendiri, memperoleh suatu universalitas dan kekuatan yang luar biasa.



---------------------


No comments:

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel