Showing posts with label Tafsir & Ulumul Quran. Show all posts
Showing posts with label Tafsir & Ulumul Quran. Show all posts

Thursday, November 15, 2018

SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QURAN


Sejarah Perkembangan Ulumul Quran - Image by http://webmuslimah.com/

SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QURAN 

Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya.

Al Qur’an menegaskan bahwa penerima wahyu al Qur’an adalah Nabi Muhammad SAW.  Lebih dari itu, Muhammad-lah yang diberi otoritas oleh Allah SWT untuk menerangakan (menafsirkan al Qur’an).  Karenanya mudah dimengerti jika  orang yang mendapat gelar al-muffasir al-awwal (mufasir al Qur’an yang pertama) adalah Nabi Muhammad SAW.

Setiap kali nabi menerima dan menyampaikan ayat-ayat al Qur’an kepada para sahabat,  selama itu pula beliau menerangkan isi kandungannnya.  Terutama ketika timbul pertanyaan-pertanyaan dari anggota sahabat yang mempelajarinya.  Dan Nabi pun dengan penuh tanggung jawab selalu menerangkan isi kandungan ayat-ayat al Qur’an, seiring dengan proses penurunannya yang berjalan sedikit demi sedikit.

Di masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.

Di zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan dikhawatirkan tentang baca’an Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar ulumul Qur’an yang disebut Al rasm Al-Utsmani.

Kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al ulum alQur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyaynah (198 H), dan Wali Ibn al-Jarrah (197 H). dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari (310 H).

Ulumul qur’an sebagai suatu ilmu agama islam yang membahas al qur’an secara integral dan komprehensif telah dirintis sejak sebelas abad  yang lalu oleh Ibnu al-Marzubah (wafat 309 H)  di dalam buku al-hawi fi ulum al-Qur’an.  Kemudian ilmu ini dikembangkan, diperluas dan disempurnakan oleh para ulama sesudahnya, sampai datanglah imam al-Suyuti (wafat 911H) yang berhasil menyusun karangan ilmiah tentang ulumul Qur’an secara lengkap dan sistematis di dalam bukunya al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an.  Disamping itu tidak sedikit di kalangan orientalis terutama pada abad 19 Masehi/ 12 H yang telah mengadakan penelitian yang membahas tentang al-Qur’an dari berbagai segi,anatar lain Wiliiam muir, G. Weil, Noldeke, R. Bell, A Rodwell, dll.

Selanjutnya sampai abad ke-13 ulumul Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang Assuyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi (991 H) menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an paling lengkap.namun, Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.

Cabang-cabang ilmu pengetahuan untuk mempelajari al Qur’an kian hari semakin beraneka ragam.  Setiap kali al Qur’an itu dibahas dari aspeknya yang manapun,  selama itu pula akan lahir ilmu al Qur’an.  Atas dasar kenyataan ini maka tidak mengherankan manakala kita merasakan bahwa Ulumul Qur’an itu selalu up to date.

Semenjak banyak ulama-ulama yang membukukan baik Tafsir Al-Qur’an ataupun juga ilmu pedukung lainya mulai dari abad pertama hijrah sampai abad kesepuluh pembukuan masih berlanjut.Apalagi pada abad ke –VIII H, Ululumul Alquran perkembanganya sangat pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Sebab, pada abad ini muncul pengarang-pengarang Ulumul Alquran yang besar seperti:

a) Imam Ahmad Ibnu Zubair 708 H yang mengarang kitab Al-burhan Fitartibi Suwaril Qur’an.
b) Imam Najamuddin Ath-Thufi 716 H yang menulis kitab tentang Ilmu Jidaalil Quran.
c) Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah 751 H, yang menulis kitab At-Tibyan Fi Aqsamil Qur’an.
d) Badrudin Az-Zarkasyi (791 H) yang mengarang kitab  Al-Tibyan ‘Ulumul Qur’an, terdiri dari 4 jilid yang besar-besaryang mengupas 160 cabang Ulumul Qur’an.
e) Abul hasan Al-Mawardi, yang menyusun kitab ‘Ilmu Amtsalil Qur’an.
f)  Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang Assuyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an.

Kecermerlangan Ulumul Qur’an tersebut pada abad ke-X H ditangan pakarnya ulumul Qur’an itu, yaitu Imam Jalaludin Abdur Rahman As-Syuthi (911 H) yang sempat mengarang 3 buah kitab:

v  Tanasuqud Durar Fi Tanaasubis Suwari
v  At-tahbir Fi Ulumil tafsiri, yang didalamnya terdiri dari 102 cabang Ulumul Qur’an.
v  Al-Itqon Fi Ulumil Qur’an yang terdiri dari dua juz, tetapi dibukukan menjadi satu jilid, didalmnya dikupas 80 cabang ulumul Qur’an secara global, kalau dirinci katanya, bisa menjadi 300 macam cabang Ulumul Qur’an.

Jalaluddin al-Syuyuthi menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an paling lengkap.namun, Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.

Kitab-kitab Al-Burhan karya Azarkasi dan Al-Itqon karya As-Syuthi selalu menjadi referensi para pakar Ulumul Qur’an dalam menulis dan mengajar, mempelajari ilmu Ulumul Qur’an dari dahulu hingga sekarang. Imam As-Syuthi wafat pada tahun 911 H. Beliau wafat pada abad ke-X  H. Akibatnya, pudarlah gerakan penulisan ulumul Qur’an dan terhentilah kegiatan pembukuanya. Sebab, sepeninggal beliau sampai ratusan tahun atau berabad-abad, tidak ada orang yang mengarang Ulumul Qur’an dan menuliskan kitab-kitabnya sampai abad XIV H.

Ulumul qur’an sebagai suatu ilmu agama islam yang membahas al qur’an secara integral dan komprehensif telah dirintis sejak sebelas abad  yang lalu oleh Ibnu al-Marzubah (wafat 309 H)  di dalam buku al-hawi fi ulum al-Qur’an.  Kemudian ilmu ini dikembangkan, diperluas dan disempurnakan oleh para ulama sesudahnya, sampai datanglah imam al-Suyuti (wafat 911H) yang berhasil menyusun karangan ilmiah tentang ulumul Qur’an secara lengkap dan sistematis di dalam bukunya al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an.  Disamping itu tidak sedikit di kalangan orientalis terutama pada abad 19 Masehi/ 12 H yang telah mengadakan penelitian yang membahas tentang al-Qur’an dari berbagai segi, anatar lain Wiliiam muir, G. Weil, Noldeke, R. Bell, A Rodwell, dll.
Perkembangan Ulumul Quran Pada Zaman Modern.

Sebagaimana penjelesan diatas,bahwa setelah wafatnya As-Suyuthi tahun 911 H atau abad moderen itu bangkit kembali penulisan Ulumul qur’an dan perkembangan kitab-kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ulama yang mengarang ulumul Qur’an dan menulis kitab-kitabnya , baik tafsir maupun macam-macam kitab Ulumul Quran. Diantara para ulama yang menulis tafsir/Ulumul Qur’an pada abad Modern ini adalah sebagai berikut:

  • Ad-dahlawi: Al-fauzul kabir fi Ushulul tafsir
  • Thahir Al-Jazairi: At-tibyan Fi ulumil Qur’an
  • Abu daqiqah: Ulumul Qur’an
  • M. Ali salmah: Minhajil Furon Fi Ulumil Qur’an
  • Muhammad Bahits: Nuzulu Qur’an Ala sab’ati Ahrufin
  • M. Husein Al-Adawi: Nuzulul Qur’an Ala sab’ati Ahrufin
  • M. Khallaf Ala Husaeini:  Nuzulul Qur’an Ala sab’ati Ahrufin
  • Musthafa shadiq Ar-Rafi’i: I’jaatul Fur’qon Wa Balaaghatun Nabawiyah
  • Abdul ‘Aziz Jawiz: Asrarul Qur’an fi Tahriril Aqlil Basyari
  • Abdul Aziz Al-khuli: Al-Qur’anul karim, Wasfuha, Wa Atsharuhu Wa hidayatuhu, Wa I’jazuhu



---------------
Sumber : 
https://affgani.wordpress.com/2014/02/13/ulumul-quran/

PENGERTIAN ULUMUL QURAN DAN RUANG LINGKUPNYA

PENGERTIAN ULUMUL QURAN DAN RUANG LINGKUPNYA

PENGERTIAN ULUMUL QURAN DAN RUANG LINGKUPNYA
Pengantar Ulumul Quran - Image by : http://zeeaziral.blogspot.co.id/

PENGERTIAN ULUMUL QURAN DAN RUANG LINGKUPNYA


Pengertian Ulumul Qur’an

Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an.

Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madli “qoro’a” yang artinya membaca.

Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah.

Setelah membahas kata “ulum” dan “Al-Qur’an” yang terdapat dalam kalimat “Ulumul Qur’an”, perlu kita ketahui bahwa tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur’an atau pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.

Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain :

Definisi Ulumul Qur’an menurut  Muhammad ‘Ali al-Shabuni:

“Yang dimaksud dengan ‘ulumul qur’an’ ialah rangkaian pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an yang paling agung lagi kekal, baik dari segi proses penurunan dan pengumpulan serta tertib ueutan-urutan dan pembukuannya; maupun dari sisi pengetahuan tentang sebab nuzul, makiyah-madaniyahnya, nasikh-mansukhnya, muhkam mutasyabihnya, dan berbagai pembahasan lain yang berkenan dengan Al Qur’an atau yang berhubungan dengan Al Qur’an.”

Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :

علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من  جهة نزوله وسنده وادابهوالفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام وغير ذالكّ.

“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:

مباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشّبه عنه ونحو ذالك.

“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.

Para ulama berketetapan bahwa hukum mempelajari Ulumul Qur’an   adalah fadhu kifayah (kewajiban kolektif).  Bahkan menjadi wajib fadhu ‘ain bagi para juru dakwah, dosen ‘Ulumul Qur’an, dan para muffasir.

Fungsi dan Keutamaan Ulumul Qur’an

Adapun tujuan dari mempelajari ‘Ulumul Qur’an adalah:

Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap Al-Qur’an.

Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya.

Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an

Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Hubungan ‘Ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:

Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:

    1. Ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dapat dipertanggung jawabkan. Maka bagi mafassir ‘Ulumul Qur’an secara mutlak merupakan alat yang harus lebih dahulu dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
    1. Dengan menguasai ‘Ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan menyelami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an
    1. ‘Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai kedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Fungsi dan faedah Ulumul Qur’an adalah sebagai alat atau kunci untuk mengkaji dan menafsirkan alqur’an

Ibnu Abi ad-Dunia : ulumul Qur’an bagaikan lautan dalam yang tak bertepi dia merupakan alat bagi mufassir.

Az-zarqani : sebagai kunci untuk mengambil khazanah ilmu pengetahuan yang tak ternilai dan budaya universal yang tinggi di dalam Al-qur’an.

Adapun faedah-faedah mempelajari Ulumul Qur’an antara lain :

  • Mampu menguasai berbagai ilmu pendukung dalam rangka memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.
  • Membekali diri dengan persenjataan ilmu pengetahuan yang lengkap dalam rangka membela Al-Qur’an dari berbagai tuduhan dan fitnah yang muncul dari pihak lain.
  • Seorang penafsir (mufassir) akan lebih mudah dalam mengartikan Al-Qur’an dan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
  • Membentuk kepribadian muslim yang seimbang.
  • Menanamkan iman yang kuat
  • Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan sumber-sumber kebaikan yang ada di dunia.
  • Menetapkan undang-undang agar setiap muslim mampu memberikan sumbangsih dan kreatif untuk mencapai kemajuan.
  • Membentuk masyarakat muslim yang betul-betul Qur’ani.
  • Membimbing umat dalam memerangi kejahiliyahan.
  1.  Keutamaan Ulumul Qur’an,
Tidak dipungkiri lagi bahwa Al-Qur’an adalah sumber dari segala ilmu. Banyak teori-teori yang ditemukan belakang ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang sudah turun ribuan tahun sebelumnya. Teori yang diungkapakan Harun Yahya mengenai terbentuknya Bumi yang tidak tercipta secara kebetulan, melainkan sudah diatur sedemikian rupa secara implisit itu sudah ada dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 10-11. Dan untuk menggali nilai-nilai dan khazanah keilmuan yang ada dalam Al-Qur’an, Kita membutuhkan ilmu-ilmu yang berhubunngan dengannya. Dari sinilah tampak keutamaan Ulumul Qur’an dibanding dengan ilmu-ilmu yang lain.

  1. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai Standar atau Ukuran Tafsir
    Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘Ulumul Qur’an sebagai standar atau ukuran tafsir Al-Qur’an artinya semakin tinggi dan mendalam ‘Ulumul Qur’an dikuasai oleh seseorang mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran, maka dengan ‘Ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang tidak shahih.
Ada beberapa syarat dari ahli tafsir ( mufassir) yaitu:

1. Akidahnya bersih
2. Tidak mengikuti hawa nafsu
3. Mufassir mengerti Ushul at-Tafsir
4. Pandai dalam ilmu riwayah dan dirayah hadits
5. Mufassir mengetahui dasar-dasar agama
6. Mufassir mengerti ushul fiqh
7. Mufassir menguasai bahasa Arab

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an sangat penting dipelajari dalam rangka sebagai pijakan dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an oleh para mufassir. Dapat dikatakan semakin dikuasainya ‘Ulumul Qur’an oleh mufassir maka semakin tinggilah kualitas tafsir yang dibuatnya.

Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’an

Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.

Dalam kitab Al- Itqan, As-syuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً

 “Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (Q.S. Al-Kahfi 109)

Objek Studi  Ulumul Qur’an

Objek studi ulumul qur’an adalah al-Qur’an dan seluruh segi yang tercakup di dalam kitab tersebut.   Ulama berbeda pendapat tentang sejauh mana objek pembahasan ulumul qur’an ini.  Jumhur ulama berpendapat bahwa objek pembahasan ulumul qur’an mencakup berbagai segi dari al Qur’an itu berkisar di antara ilmu-ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama (ushuludin) karena yang dibahas dalam ulumul qur’an adalah ilmu-ilmu yang membicarakan  al qur’an  sebagai i’jaz (mukjizat) dan hidayah (petunjuk).

Metode Studi Ulumul Qur’an

Pendekatan yang digunakan dalam membahas ulumul quran adalah metode diskriptif, yaitu yang memberikan penjelasan dan keterangan yang mendalam mengenai bagian-bagian al Qur’an yang memuat aspek-aspek Ulumul Quran. 

Melalui metode inilah banyak tersusun kitab yang membahas ilmu al Qur’an dalam berbagai bidang dan cabang-cabangnya.  Kita-kitab itu merupakan karya besar dan bermutu tinggi (masterpiece) dari hasil kerja keras dan usaha optimal para perintis pertumbuhan cabang-cabang ulumul Qur’an yang lebih dikenal dengan nama Ulumul Qur’an dalam arti Idhafi.  Pertumbuhan cabang-cabang  Ulumul Qur’an terjadi sejak abad ke-dua hingga tujuh Hijriyah.  Selain memakai metode deduksi, juga dipakai metode komparasi yaitu dengan membandingkan segi yang satu dengan yang lain, riwayat sebab-musabab turun ayat yang satu dan riwayat lainnya, pendapat ulama yang satu dengan lainnya.

Pokok Pembahasan dan Cabang Ulumul Qur’an

Secara garis besar Ilmu al Qur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :

1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.

2.  Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.

Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti :

  • Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya : makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut  asbabun nuzul dan sebagainya.
  • Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal Al-Qur’an Al-Qur’an, dan Cara Tahammul (penerimaan riwayat).
  • Ada’ al-Qira’ah. Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida’, imalah, madd, takhfif hamzah, idghom.
  • Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.
  • Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
  • Pembahasan makna Al-Qur’anyang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.
Secara terminologis, ulumul quran mengisyaratkan adanya bermacam-macam ilmu yang berkaitan erat dengan alquran.  Kata ulum dibuat dalam bentuk jamak (taksir) bukan dalam bentuk mufrad karena ilmu yang berkaitan dengan al quran tidak hanya satu, tetapi meliputi seluruh ilmu yang terkandung dalam atau disandarkan kepada alquran.  Ilmu-ilmu yang dikaitakan dan disandarkan dengan alquran antara lain ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil qur’an, ilmu i’jazil quran, ilmu asbabun nuzul, ilmu nasikh wal mansukh, ilmu i’rabil quran,  ilmu gharibul quran, dan bahasa Arab.



----------
Sumber : 
https://affgani.wordpress.com/2014/02/13/ulumul-quran/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel