Amar Ma'ruf Nahi Mungkar |
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat
Islam yang akan mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan
penyebutannya dari iman dalam firman-Nya,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik”. [Ali Imron :110]
Demikian pula, Allah
membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.[At-Taubah:71]
Ketika membawakan kedua
ayat diatas, Syaikh Ibnu Taimiyah berkata,”Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjelaskan, umat Islam adalah umat terbaik bagi segenap umat manusia.
Umat yang paling memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah
menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi
mungkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan
harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia. Umat lain tidak
memerintahkan setiap orang kepada semua perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan
melarang semua kemungkaran. Merekapun tidak berjihad untuk itu. Bahkan sebagian
mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil-
kebanyakan jihad mereka untuk mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang
yang jahat dan dzalim berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan
kebaikan, tidak pula untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini digambarkan dalam
ucapan Nabi Musa.
Hai kaumku, masuklah ke
tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu
lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi
orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri
itu ada orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak
akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya,
pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang
takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya,”Serbulah
mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila kamu memasukinya
niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka berkata,”Hai Musa, kami
sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di
dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu
berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. [Al-Maidah :
21-24]
Demikian pula firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar |
“Apakah kamu tidak
memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat) ketika mereka
berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya
kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka
menjawab,”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan
berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah,
padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun
berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha
Mengetahui orang-orang yang dzalim”. [Al-Baqarah:246]
Kemudian Allah Subhanahu
wa Ta’ala menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas utama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan umat ini untuk
menegakkannya, dalam firman-Nya:
“Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung”. [Al-Imron:104]
Tugas penting ini sangat
luas jangkauannya, baik zaman atau tempat. Meliputi seluruh umat dan bangsa dan
terus bergerak dengan jihad dan penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini
telah diemban umat Islam sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sampai sekarang hingga hari kiamat nanti.
Syaihk Abdul Qadir
berpandangan bahwa amar makruf nahi munkar adalah asas terpenting untuk
memelihara masyarakat dan mengatur kebaikan di dalamnya, meskipun masih banyak
kerusakan-kerusakan yang tertinggal di sana.
Amar makruf nahi munkar
merupakan kewajiban atas setiap muslim, apa pun posisinya di tengah masyarakat.
Pemerintah harus mencegah kemungkaran dengan tangannya, para ulama mencegah
kemungkaran dengan lisannya, dan orang umum mengingkari kemungkaran dengan
hatinya. (Al-Ghaniyyah, 1/44, 45)
Para ulama maksudnya
adalah orang yang berhak mengatakan sesuatu itu baik dan boleh, atau sesuatu
itu buruk dan haram. Sedangkan para penguasa dan masyarakat umum, tugas mereka
ialah pelaksana apa-apa yang telah ditetapkan para ulama dalam masalah
tersebut.
Para ulama yang menduduki
posisi ini (menetapkan yang baik dan buruk) adalah para ulama yang menempuh
jalan kezuhudan saja, bukan selain mereka, kriterianya ialah:
Hendaknya pelaksana amar
makruf nahi munkar adalah seorang yang memiliki ilmu.
Mengetahui kemungkaran
yang ia melarang orang-orang darinya dengan pengetahuan yang pasti (definitif),
karena dikhawatirkan ia akan terjatuh pada prasangka-prasangka dan dosa
tersebut. Oleh karena itu, wajib hukumnya mencegah dosa-dosa yang tampak tanpa
harus meneliti dosa-dosa yang telah ditutupi, karena Allah melarang hal
tersebut.
Hendaknya orang yang
melaksanakan amar makruf dan nahi munkar mempertimbangkan kerusakan besar dan
bahaya yang bisa saja menimpa dirinya, hartanya, dan keluarganya. (Hakadza
Dzhahara Jail Shalahuddin, hal: 216)
Syarat
Dalam Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Segala sesuatu tentu tidak
boleh bertindak secara asal-asalan. Terlebih dalam bab ibadah yang erat
kaitannya dengan orang banyak. Karena itu, sebelum melakukan Amar ma’ruf nahi
mungkar ada beberapa syarat atau ketentuan yang perlu diperhatikan bersama.
Syekh Abdul Qadir telah menetapkan langkah-langkah amar makruf nahi munkar
dengan beberapa persyaratan berikut ini:
1. Melaksanakannya
dengan lembut dan penuh kasih sayang, bukan dengan kata-kata yang penuh
kemarahan. Wajib memperhalusnya dengan rasa simpati terhadap manusia disebabkan
mereka telah terjatuh ke dalam pancingan setan.
2. Senantiasa
sabar dan tawadhu’, menghindari hawa nafsu, menguatkan keyakinan, menghukumi
dengan bijak dalam menangani perkara-perkara mereka.
3. Menegur
para pelaku kemaksiatan dengan cara yang santun dan baik, karena menegur dengan
santun lebih berpotensi untuk diterima. Jika teguran dengan santun tidak
mempan, hendaklah meminta tolong kepada orang saleh. Jika tetap tidak ada
pengaruhnya, maka bawalah ia ke hadapan penguasa.
4. Tidak
berbicara panjang lebar tentang masalah-masalah yang diperselisihkan oleh para
ulama di hadapan orang yang melakukan perbuatan tersebut. Contohnya, mazhab
Hanbali mengingkari permainan catur, sedangkan mazhab Syafi’i mempebolehkannya.
Sebab, berpanjang lebar di dalam perkara-erkara yang diperselisihkan akan
menyebabkan pertentangan mazhab-mazhab lainnya, serta membuka pintu-pintu
perdebatan dan permusuhan. Berlaku bijaksana di sini lebih wajib. Adab seorang
yang berilmu lebih diutamakan ketimbang ilmunya. (Nasy’atu Al-Qadiriyah, hlm:
168)
Tujuan dari amar ma’ruf
nahi mungkar adalah membangun masyarakat di atas pilar-pilar kebaikan serta
membersihkan mereka dari segala macam bentuk kemungkaran. Dalam penerapannya,
amal ibadah yang satu ini sering kali terjadi gesekan-gesekan dari pihak musuh.
Karena itu, ketentuan yang ditetapkan oleh Syekh Abdul Qadir merupakan sebuah pandangan beiau agar penerapan amar ma’ruf nahi mungkar tidak hilang arah atau gampang terprovokasi oleh musuh. Sehingga bukan kebaikan yang diraih, justru dapat mengundang fitnah bagi umat islam itu sendiri. Wallahu ‘alam bis shawab!
Karena itu, ketentuan yang ditetapkan oleh Syekh Abdul Qadir merupakan sebuah pandangan beiau agar penerapan amar ma’ruf nahi mungkar tidak hilang arah atau gampang terprovokasi oleh musuh. Sehingga bukan kebaikan yang diraih, justru dapat mengundang fitnah bagi umat islam itu sendiri. Wallahu ‘alam bis shawab!
Demikianlah amar makruf
nahi mungkar dalam tinjauan hukum Islam, mudah-mudahan hal ini mendorong kita
untuk melaksanakan dan menegakkannya dalam kehidupan.
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar for Dakwah |
[Disalin dari majalah
As-Sunnah Edisi 05/Tahun VI/1423H/2002M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-761016
Sumber: https://almanhaj.or.id/
Dan pendapat Syaikh Abdul
Qadir Jailani, Karya Ali Muhammad Ash-Shallabi, Penerbit Beirut Publishing,
Jakarta Timur
No comments:
Post a Comment