HUKUM WADH’I, PENGERTIAN DAN CONTOHNYA
Hukum Wadh'i; Syarat, Sebab, Mani' |
HUKUM WADH’I, PENGERTIAN DAN CONTOHNYA
Dalam pan Ushul Fiqh, Hukum terbagi menjadi 2 jenis:
1. Hukum taklifiyyah
2. Hukum Wadhiyyah
1. Sebab dan macamnya.
"Sebab" menurut jumhur, ialah
sesuatu yang tampak yang dijadikan oleh agama sebagai tanda adanya hukum.
"Sebab" tersebut ada dua macam :
- Sebab yang bukan merupakan hasil perbuatan manusia, yang dijadikan Allah sebagai tanda adanya hukum, seperti waktu sholat sudah tiba menjadi sebab wajib sholat. contoh lain keadaan khawatir berbuat zina sedangkan mampu membentuk dan membina keluarga (rumah tangga) menjadi sebab wajib kawin, kemudian menjadi sebab adanya warisan.
- Sebab yang merupakan hasil perbuatan manusia, ialah
perbuatan orang mukallaf yang menyebabkan agama menetapkan akibat-akibat
hukumnya. Misalnya, bepergian pada bulan ramadhan menjadi sebab rukhsha
(dispensasi) tidak wajib berpuasa. Contoh lain, Akad nikah menjadi sebab
halalnya hubungan sebagai suami istri. Zina menjadi sebab hukuman had.
Sebab menimbulkan
akibat, sekalipun tidak dikehendaki pelakunya. Misalnya adanya akad nikah
mempunyai akibat hukum, ialah lelaki dan wanita mempunyai hak dan kewajiban
sebagai suami istri, sekalipun kedua orang itu tidak menghendaki adanya
hukum-hukum yang dikenakan kepada keduanya sebagai akibat perbuatan mereka
(nikah). Demikian pula kematian seseorang yang menyebabkan ahli warisnya
mewarisi harta pusakanya, sekalipun hal ini tidak dikehendaki oleh simati dan juga
ahli waris menolak ahli waris menerima warisannya.
Apabila perbuatan menjadi sebab itu diperintahkan atau di izinkan oleh agama, maka akibat hukumnya adalah hak bagi pelakunya. Misalnya perkawinan mengakibatkan adanya hak saling mewarisi antara suami istri dan juga anak-anak yang lahir dari perkawinannya.
Apabila perbuatan yang menjadi sebab itu dilarang oleh agama, maka si pelakunya menerima hukuman akibat perbuatannya. Misalnya, pembunuhan. terhadap orang yang mewariskan harta bendanya mengakibatkan si pembunuh mendapat hukuman pidana (qisas), dan ia gugur haknya sebagai pewarisnya.
2. Syarat dan Macamnya
Syarat adalah sesuatu
yang tergantung kepadanya adanya suatu hukum, yang berarti ada dan tidaknya
hukum tergantung pada ada dan tidaknya syarat, tetapi adanya syarat belum tentu
ada hukumnya.
Ada perbedaan antara syarat dan sebab, ialah adanya syarat belum tentu ada hukumnya. Misalnya,
adanya wudhu yang menjadi syarat sahnya
shalat belum tentu ada kewajiban shalat. Dan adanya dua saksi yang menjadi
syarat sahnya perkawinan, belum tentu ada perkawinan. Sedangkan adanya sebab
tentu timbul hukumannya, kecuali kalau ada mani' (halangan) . Misalnya kalau
waktu shalat sudah tiba, maka wajiblah shalat; kalau masuk bulan Ramadhan, maka
wajiblah berpuasa; dan kalau ada unsur memabukkan, maka diharamkan.
- Syarat yang menyempurnakan sebab, seperti
jatuh haulnya (tempo mengeluarkan zakat) menjadi syarat untuk wajib
mengeluarkan zakat atas harta benda yang telah mencapai nisabnya (kekayaan
yang terkena zakat ). Nisab merupakan sebab wajib zakat, karena nizab ini
menjadi indikator (petenjuk) adanya kekayaan seseorang. Hanya saja
kekayaan yang ditandai dengan nizabnya itu baru ternyata betul, jika
setelah jatuh haulnya, kekayaan yang telah mencapai nizabnya masih
sempurna dimilikinya. Demikian pula harta benda yang disimpan baik menjadi
syarat dikenakannya hukuman had kepada si pencurinya, karena pencurian
tidak terjadi secara sempurna, kecuali kalau harta benda itu telah
tersimpan di temapat yang aman.
- Syarat yang menyempurnakan musabab, seperti udhu
dan menghadap kiblat merupakan syarat yang menyempurnakan hakikat
shalat.
3. Mani' dan Macamnya
Mani' ialah sesuatu
yang kalau ada bisa meniadakan atau menghalangi tujuan yang dicapai oleh sebab
atau hukum. Menurut Asy Syatibi, Mani' ialah sebab yang menimbulkan illat atau
keadaan yang meniadakan hikmah hukumnya. Misalnya, sebab wajib zakat ialah
harta yang dimiliki telah mencapai nisab. Diantara mani' (rintangan) yang
menghalangi kewajiban zakat, ialah adanya utang yang jumlahnya bisa mengurangi
nisabnya, karena adanya utang itu dapat menghalangi wajib zakat.
Mani' ada dua macam, ialah:
- Mani' yang mempengaruhi atau menghalangi sebab, seperti pembunuhan menghalangi hak waris, karena penyebab hak waris adalah hubungan perabat atau perkawinan dengan si mati. Karena itu pewaris seharusnya melindungi keselamatan orang yang akan mawarsikan harta bendanya kepadanya, bukan membunuhnya agar bisa segera mewarisinya.
- Mani' yang menghalangi hukum ada 3 (tiga) macam,
ialah:
- Mani' (halangan) yang membebaskan hukum taklifi, misalnya karena gila, sebab orang yang gila bukanlah orang mukalaf selama ia dalam keadaan gila. Karena itu, ia tidak wajib Mengqadha hukum-hukum taklifi yang tidak dikerjakan.
- Mani' yang membebaskan hukum taklifi, sekalipun
masih mungkin melakukan hukum taklifi. Misalnya wanita yang sedang
menstruasi atau habis melahirkan bayi tidak wajib shalat, bahkan dilarang
shalat, sekalipun fisik dan mentalnya memungkinkan orang yang bersangkutan
melakukan shalat.
- Mani' yang tidak membebaskan sama sekali hukum
taklif, tetapi hanya mendapat keringanan dari tuntutan yang pasti kepada
mubah. Misalnya sakit menjadi halangan wajib shalat jum'at. Tetapi kalau
orang sakit itu melakukan shalat jum'at maka sahla shalat jum'at nya.
Demikian pula wanita dan musafir tidak wajib shalat jum'at, tetapi kalau
mereka mengerjakan shalat jum'at, sahlah jum'atnya.
-------------
Sumber : Ilmusaudara.com
No comments:
Post a Comment